Berita Bidang Perindustrian

2nd Indonesia-Taiwan Steel Dialogue

Indonesia dan Taiwan untuk kedua kalinya menyelenggarakan diskusi mengenai roadmap kebijakan industri baja masing-masing, informasi pasar, serta kemungkinan akses pasar, kerjasama industri, dan peluang investasi di antara keduanya. Forum diskusi ini disertai dengan kunjungan ke beberapa perusahaan baja di Taiwan (China Steel Corporation, China Steel Machinery Corporation, Chun Yu, Dragon Steel, dan Chung Hung) yang dikemas dalam rangkaian acara 2nd Indonesia-Taiwan Steel Dialogue yang diselenggarakan pada tanggal 27-28 September 2018 di kantor pusat China Steel Corporation (CSC) di Kaohsiung, Taiwan.

Hadir pada acara ini Deputy Director General Bureau of Foreign Trade, Ministry of Economic Affairs, Mr. G.J. Lee, selaku Chairman dari pihak Taiwan, Kepala Taipei Economic and Trade Office (TETO) Jakarta, Mr. John C. Chen, Chairman Taiwan Steel & Iron Industries Association (TSIIA) serta anggota TSIIA, perwakilan Chinese National Federation of Industries (CNFI), perwakilan Metal Industrial Research and Development Center (MIRDC), China Steel Corporation Group, Chung Hung Steel, Chun Yu Works, Yieh Group, Synn Industrial, dan Tention Steel Industries. 

Sementara itu delegasi dari pihak Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal KPAII Kemenperin, Bapak I Gusti Putu Suryawirawan, Kepala KDEI Taipei, Bapak Didi Sumedi beserta staf, Direktur Industri Logam (Co-Chairman) beserta staf, Direktur Ketahanan Industri beserta staf, perwakilan Puskaji IUI, BPPI, Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Direksi PT. Moon Lion, Direksi PT. Steelforce Indonesia, dan perwakilan PT. Dwijaya Sentosa Abadi.

Pada pembukaan, Chairman pihak Indonesia menyampaikan bahwa tujuan utama steel dialogue kali ini adalah untuk 3 kelompok industri: (1) jaminan kontinuitas bahan baku bagi industri yang telah ada di Indonesia, (2) penyediaan bahan baku bagi industri yang akan melakukan perluasan , dan (3) penumbuhan investasi industri baru asal Taiwan.

Pembahasan pada Sesi 1, Current Development of Taiwan and Indonesia Economy, Steel Industry and Steel Market, pihak Taiwan menyampaikan bahwa Indonesia berada di urutan ke-13 sebagai negara tujuan ekspor baja terbesar Taiwan dengan nilai 142 juta USD dengan volume ekspor sebesar 210.566 ton pada tahun 2017. Sementara itu Indonesia berada di urutan ke-11 sebagai negara asal impor Taiwan dengan produk utama yaitu Stainless Steel Hot Rolled yang pada tahun 2017, nilai impornya mencapai 57,48 juta USD dengan volume sebesar 32.367 ton dan diperkirakan meningkat pesat pada tahun 2018 menjadi sebesar 355,91 juta USD dengan volume sebesar 186.767 ton. 

Konsumsi domestik produk baja di Taiwan juga telah mencapai tingkat jenuh/stagnan sehingga diperkirakan tidak akan ada penambahan kapasitas Blast Furnace dalam rencana ke depan. Taiwan hanya berencana memperbaharui teknologi peleburan lama mengingat overcapacity di industri baja telah menjadi isu utama dunia.

Sementara itu pihak Indonesia menyampaikan bahwa kondisi baja nasional masih mengalami tekanan akibat banyaknya impor produk baja hulu dan hilir dengan nilai impor tahun 2017 sebesar 14 juta ton. Secara umum, Indonesia masih memerlukan investasi di sektor baja terutama untuk produk Slab, Billet, HRC, CRC, Rod, Bar, Section, Galvanis, BjLS, dan BjLAS. Selain itu, Indonesia juga telah memiliki Road Map pengembangan kapasitas industri baja dengan target kapasitas sebesar 17 juta ton untuk tahun 2020 – 2024 dan 25 juta ton untuk tahun 2025 – 2035. Untuk mendukung tumbuhnya investasi di sektor industri baja, pemerintah menyiapkan insentif investasi berupa Tax Holiday dan Tax Allowance serta insentif bahan baku berupa Master List dan BMDTP.

Pada pembahasan Sesi 2, Mutual Interest or Specific Concern, pihak Taiwan menyampaikan permintaan mengenai adanya solusi terhadap tingginya tarif bea masuk/MFN produk baja terutama untuk produk intermediate yaitu HRC dan CRC serta penyelesaian pemberlakuan safeguard BjLAS yang telah diputuskan WTO untuk dicabut. Terhadap permasalahan ini, pihak Indonesia menyampaikan bahwa MFN merupakan salah satu insentif untuk mendorong tumbuhnya investasi produk tersebut di Indonesia serta untuk melindungi industri yang telah ada. Terdapat beberapa skema yang dapat dimanfaatkan oleh pihak Taiwan untuk mendapatkan tarif bea masuk yang lebih rendah dari MFN terutama untuk tujuan penggunaan bahan baku yaitu: penggunaan Master List Bahan Baku maksimal selama 4 tahun dan penggunaan BMDTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah). 

Indonesia juga menyampaikan concern-nya pada sesi kedua ini bahwa acara Steel Dialogue ini merupakan kesempatan bagi pihak Taiwan untuk memulai investasi di Indonesia. Industri baja melalui IISIA, menawarkan kesempatan untuk melakukan joint operation and business collaboration mengingat demand baja di Indonesia akan terus tumbuh ke depannya. Terhadap usulan tersebut, pihak Taiwan menyampaikan bahwa akan mempelajari lebih lanjut usulan proposal dari pihak Indonesia terkait dengan joint operation and business collaboration. Namun, pihak taiwan masih menyampaikan bahwa tarif bea masuk bahan baku baja masih menjadi pertimbangan untuk melakukan investasi.

Meskipun acara Steel Dialogue ini diadakan tahunan, dimana acara berikutnya direncanakan akan diselenggarakan di Surabaya pada akhir September 2019, namun masing-masing pihak, termasuk KDEI Taipei akan terus berkomunikasi satu sama lain untuk memperoleh hasil yang lebih riil yakni adanya investasi China Steel Corporation (CSC) untuk membangun industri baja di Indonesia.

Share this Post:

Berita Terkait: